Kalau Lampu Merah, Ya Merah Saja
Diluncurkan, "Pak Harto, The Untold Stories"
Buku ini memuat kisah sisi-sisi pribadi Soeharto dan juga foto-foto yang tak pernah dipublikasikan sebelumnya. Ada yang tak terduga, jenaka, dan juga mengharukan.
Ada 113 narasumber yang urun kisah dalam buku ini, termasuk mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhammad, mantan Presiden Filipina, Fidel Ramos. Bahkan, mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, dan Raja Brunei Darussalam, Sultan Bolkiah menuliskan sendiri pengalamannya.
Salah satu narasumber dari dalam negeri adalah mantan Menteri Perindustrian, Fahmi Idris. Dia juga didaulat menjadi pembicara dalam acara peluncuran buku tersebut. Apa kenangan istimewanya dengan Pak Harto?
"Saya tak pernah jadi menteri beliau, bahkan sempat dipenjara 1 tahun tiga bulan dalam peristiwa Malari," kata Fahmi Idris membuka pembicaraan dengan VIVAnews.com, Selasa 7 Juni 2011 malam.
Namun, tambah dia, dalam berbagai perkembangan, Pak Harto adalah pemimpin yang cocok untuk Indonesia. "Minus yang dipandang negatif misalnya, peranan keluarga dalam bisnis, juga teman-teman dekat beliau," jelas Fahmi.
Menurut Fahmi, ada alasan mengapa Soeharto dipandang cocok untuk Indonesia. "Dia memiliki kemampuan, punya kebijakan, tahu apa yang harus dilakukan, dan berani menghadapi segala macam masalah," tambah dia.
Soeharto juga melakukan segala sesuatu dengan perencanaan yang baik, untuk masalah nasional maupun internasional. "Beliau punya GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) untuk perencanaan jangka panjang, juga punya perencanaan jangka pendek."
"Sekali lagi, minus korupsi dalam pemerintahannya, program-program yang dilakukan tercapai," kata Fahmi, lantas membeberkan keberhasilan Soeharto: kecukupan pangan, keberhasilan program Keluarga Berencana, penyiapan kesehatan masyarakat miskin.
Salah satu kenangan yang paling diingat Fahmi adalah saat Soeharto berkenan meresmikan hotel miliknya. "Dengan cepat beliau menyetujuinya, 'Ok, saya resmikan, kalian yang punya kan'," tambah Fahmi, menirukan ucapan Soeharto.
Saat Soeharto lengser, Fahmi mengaku sering berkunjung ke rumah penguasa Orde Baru itu di Cendana. "Apalagi masalah protokoler tak ada lagi, dengan mudahnya lewat ajudan," kata dia.
Kala itu, cerita Fahmi, Soeharto menghindar dari pembicaraan politik, meski toh bicara juga dengan berbagai penekanan. "Sejumlah kritik dia ungkapkan, menyesalkan posyandu tak diaktifkan, juga tenaga pengawas lapangan pertanian, dan berbagai hal," ungkap Fahmi.
Apa lagi kenangan khusus Fahmi dengan Soeharto? "Besok saja, ada dalam buku itu," kata dia.