BELAKANGAN ini pemberitaan seputar video mesum yang diperankan oleh seseorang yang mirip dengan musisi Nazriel Irham (Ariel Peterpan) dengan perempuan yang mirip aktris Luna Maya dan Cut Tari kian ramai diperbincangkan.
Tengok saja pemberitaan di televisi, koran, radio, tabloid hingga media online. Hampir seluruhnya memperbincangkan persoalan yang sama. Bahkan, di jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter, rekaman “terlarang” Ariel, Luna, dan Cut Tari masih layak untuk dijadikan status oleh masyarakat yang sekadar mencoba menganalisa.
Namun, persoalan yang kini tengah ditangani Mabes Polri ini juga memberikan ruang bagi sejumlah pihak untuk menumpang beken di media. Caranya pun beragam, ada yang membela, ada pula yang mengecam.
Tengok saja seperti yang dilakukan pengacara sekelas Farhat Abas. Entah apa motivasinya, pria yang sempat mencalonkan diri menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini mendadak melaporkan Ariel dan Luna Maya ke Polda Metro Jaya. Farhat menuntut agar polisi menangkap pasangan selebritis tersebut karena telah melakukan pelanggaran hukum.
Uniknya, di satu kesempatan Farhat pernah menantang Ariel untuk melakukan sumpah pocong. Hmm, sebuah cara yang langka dimana seorang lawyer yang memiliki “kitab suci” KUHP, justru malah berpegangan dengan hal berbau mistis. Dugaan numpang mencari popularitas pun justru berbalik menyerang Farhat.
Tak hanya Farhat, kecaman kepada vokalis band Peterpan ini juga terlontar dari mulut Walikota Bandung Dada Rosada. Secara tegas, dia memboikot Ariel dan Luna tampil di Kota Kembang pasca-beredarnya video mesum. Anehnya, pencekalan itu muncul saat proses hukum masih berlangsung. Padahal, hingga kini belum ada keputusan resmi dari polisi terkait status Ariel, Luna, dan Tari.
Sebagai pejabat daerah, sudah semestinya melindungi masyarakat dari sesuatu yang bisa merugikan seperti pornografi. Namun, alangkah lebih bijak jika keputusan yang diambil tidak tebang pilih. Kalau bisa memboikot Ariel, pemerintah setempat juga harus bisa menghapuskan segala bentuk asusila di Kota Kembang, tanpa terkecuali.
Terakhir, di sejumlah media beredar kabar jika aksi demonstrasi massa mengecam ketiga artis tersebut semakin marak. Tudingan sebagai pezina, pelacur, dan sebagainya dialamatkan kepada mereka. Bahkan, foto dan poster mereka pun dibakar sebagai bentuk kecaman sosial akibat memerankan adegan bugil.
Hal ini menimbulkan tanda tanya bagi saya. Kasus video porno yang diduga diperankan oleh Ariel bukanlah kali pertama terjadi. Sebelumnya, adegan seronok yang dilakukan anak bangsa lainnya juga pernah beberapa kali terjadi. Bahkan, masih teringat dalam ingatan kita, pejabat sekelas Yahya Zaini dan aktris Maria Eva juga pernah dihinggapi persoalan yang sama. Namun, ekspresi yang ditunjukkan tidak semeriah ini.
Hal ini mungkin lebih dikarenakan Ariel, Luna, dan Cut Tari memiliki popularitas lebih tinggi ketimbang Yahya Zaini dan Maria Eva. Namun, perlu diingat hukum yang selama ini kita junjung tidak pernah mengenal istilah pandang bulu atau diskriminasi.
Lantas, bagaimana saya menanggapi kasus ini? Secara jujur saya menolak segala bentuk pornografi demi keselamatan moral generasi bangsa. Namun, untuk kasus video “Ariel” biarlah polisi mengungkapnya. Jika memang benar para pemeran tersebut adalah ketiga artis tadi, tanpa hukuman pidana pun mereka sudah mendapat hukuman sosial. Itu tidak bisa dihindarkan, karena sudah menjadi risiko seorang publik figur.
sumber : okezone
Tengok saja pemberitaan di televisi, koran, radio, tabloid hingga media online. Hampir seluruhnya memperbincangkan persoalan yang sama. Bahkan, di jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter, rekaman “terlarang” Ariel, Luna, dan Cut Tari masih layak untuk dijadikan status oleh masyarakat yang sekadar mencoba menganalisa.
Namun, persoalan yang kini tengah ditangani Mabes Polri ini juga memberikan ruang bagi sejumlah pihak untuk menumpang beken di media. Caranya pun beragam, ada yang membela, ada pula yang mengecam.
Tengok saja seperti yang dilakukan pengacara sekelas Farhat Abas. Entah apa motivasinya, pria yang sempat mencalonkan diri menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini mendadak melaporkan Ariel dan Luna Maya ke Polda Metro Jaya. Farhat menuntut agar polisi menangkap pasangan selebritis tersebut karena telah melakukan pelanggaran hukum.
Uniknya, di satu kesempatan Farhat pernah menantang Ariel untuk melakukan sumpah pocong. Hmm, sebuah cara yang langka dimana seorang lawyer yang memiliki “kitab suci” KUHP, justru malah berpegangan dengan hal berbau mistis. Dugaan numpang mencari popularitas pun justru berbalik menyerang Farhat.
Tak hanya Farhat, kecaman kepada vokalis band Peterpan ini juga terlontar dari mulut Walikota Bandung Dada Rosada. Secara tegas, dia memboikot Ariel dan Luna tampil di Kota Kembang pasca-beredarnya video mesum. Anehnya, pencekalan itu muncul saat proses hukum masih berlangsung. Padahal, hingga kini belum ada keputusan resmi dari polisi terkait status Ariel, Luna, dan Tari.
Sebagai pejabat daerah, sudah semestinya melindungi masyarakat dari sesuatu yang bisa merugikan seperti pornografi. Namun, alangkah lebih bijak jika keputusan yang diambil tidak tebang pilih. Kalau bisa memboikot Ariel, pemerintah setempat juga harus bisa menghapuskan segala bentuk asusila di Kota Kembang, tanpa terkecuali.
Terakhir, di sejumlah media beredar kabar jika aksi demonstrasi massa mengecam ketiga artis tersebut semakin marak. Tudingan sebagai pezina, pelacur, dan sebagainya dialamatkan kepada mereka. Bahkan, foto dan poster mereka pun dibakar sebagai bentuk kecaman sosial akibat memerankan adegan bugil.
Hal ini menimbulkan tanda tanya bagi saya. Kasus video porno yang diduga diperankan oleh Ariel bukanlah kali pertama terjadi. Sebelumnya, adegan seronok yang dilakukan anak bangsa lainnya juga pernah beberapa kali terjadi. Bahkan, masih teringat dalam ingatan kita, pejabat sekelas Yahya Zaini dan aktris Maria Eva juga pernah dihinggapi persoalan yang sama. Namun, ekspresi yang ditunjukkan tidak semeriah ini.
Hal ini mungkin lebih dikarenakan Ariel, Luna, dan Cut Tari memiliki popularitas lebih tinggi ketimbang Yahya Zaini dan Maria Eva. Namun, perlu diingat hukum yang selama ini kita junjung tidak pernah mengenal istilah pandang bulu atau diskriminasi.
Lantas, bagaimana saya menanggapi kasus ini? Secara jujur saya menolak segala bentuk pornografi demi keselamatan moral generasi bangsa. Namun, untuk kasus video “Ariel” biarlah polisi mengungkapnya. Jika memang benar para pemeran tersebut adalah ketiga artis tadi, tanpa hukuman pidana pun mereka sudah mendapat hukuman sosial. Itu tidak bisa dihindarkan, karena sudah menjadi risiko seorang publik figur.
sumber : okezone
0 komentar:
Posting Komentar