Bekas Rumah Gubernur Belanda itu Kini Menjadi Masjid

Orang mungkin tidak akan menyangka sebuah bangunan di Jalan Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat, ini adalah masjid.

Bangunan Masjid Cut Meutia memang tampak berbeda dibanding masjid pada umumnya. Arsitektur kolonial Belanda masih sangat kental. Ini terlihat dari langit-langit masjid yang tinggi dari tanah, ditambah ratusan jendela yang berjejer di dalam masjid.

“Bangunannya tidak ada yang diubah, hanya tangga yang kami pindahkan dan perawatan,” jelas Ketua Pelaksana Harian Masjid Cut Meutia Herry Heraman.

Herry menuturkan bangunan masjid merupakan bekas residen atau kediaman Gubernur Jendral Van Huis. Bangunan ini dibangun pada 1887 dan efektif digunakan pada 1920. Para arsitek Belanda yang menamakan diri EV De Bowplogh merencanakan pembangunan kawasan elite Menteng, yaitu Gondangdia View di lahan seluas 600 hektare, di mana kediaman Van Huis masuk di dalamnya.

Di masa pendudukan Jepang, kisah Herry, bangunan yang terletak di Jalan Taman Cut Meutia Nomor 1 Menteng, Jakpus ini dijadikan sebagai Markas Besar Angkatan Laut. Namun saat Indonesia merdeka, bangunan ini pernah menjadi kantor beberapa instansi di antaranya kantor urusan agama, Kantor Wali Kota Jakpus, dan kantor Perusahaan Daeran Air Minum (PDAM) Jakarta. Terakhir menjadi Sekeretariat MPRS dan urusan perumahan Jakarta.

Saat almarhum Jenderal purn AH Nasution menjabat Ketua MPRS pada 1969, bangunan ini diwakafkan kepada Yayasan Al Jihad melalui eksponen 66 (para aktivis mahasiswa di antaranya Arief Rahman Hakim dan Akbar Tanjung) serta sempat dijadikan tempat ibadah oleh mereka. Sedangkan di lantai 2 masih tetap menjadi perkantoran.

Namun pada 1971 resmilah bangunan ini menjadi sebuah masjid tingkat provinsi, dan diberi nama Cut Meutia dikarenakan bangunan ini diapit oleh dua jalan yaitu Jalan Cut Meutia dan Jalan Taman Cut Meutia. Selain itu, penamaan Cut Meutia juga sebagai bentuk penghargaan terhadap pahlawan perempuan muslim pertama. Nama yayasan kemudian juga diubah menjadi Yayasan Masjid Cut Meutia dengan SK Menteri Nomor 1586 Tahun 1987.

Ketika memasuki masjid ini, lagi-lagi jamaah akan dikejutkan dengan pemandangan yang unik. yaitu arah kiblat yang tidak sejajar dengan bangunan. Arah kiblat di masjid ini adalah 15 derajat dari tangan kanan kita. Uniknya lagi, mimbar bagi penceramah seolah-olah ada di tengah jamaah, karena posisi salat kita yang tidak lurus dengan bangunan.

“Di sini tempatnya pejabat Jakarta dan diplomat salat,” imbuh Herry.

Jumlah ventilasi yang banyak juga menambah sejuk suasana ruang utama masjid. Tak heran, pasalnya ada 100 lebih jendela di dalam ruangan dan langit-langit yang tinggi.

“Udara di sini sejuk. Sirkulasi udaranya baik karena masjid ini memiliki 104 jendela dan langit-langitnya tinggi,” jelas Herry. Masjid dengan luas bangunan 4.616 meter persegi dan tinggi 4,2 meter ini mampu menampung 3.000 jamaah di kedua lantainya.

Herry melanjutkan, setidaknya ada 5.000 jamaah memenuhi masjid ini setiap salat Jumat dan Tarawih.

Fasilitas yang disediakan di masjid ini juga terbilang lengkap, yaitu standing AC, televisi, air minum gratis, tisu, serta sabun cuci tangan. “Jarang ada masjid menydiakan air minum sampai tisu-tisunya,” katanya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Template by SeKeDaR bErBaGi